Adsense Link 728 X 15;

Info kelulusan UKA

Posted by Aan S Arkadiea Kamis, 22 Maret 2012 1 komentar
Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan
Nomor 12344/J/KP/2012 tanggal 16 Maret 2012
tentang Penetapan Kelulusan Peserta Uji Kompetensi Awal Sertifikasi Guru Dalam Jabatan Tahun 2012, dengan ini diumumkan peserta yang dinyatakan lulus UKA dan berhak mengikuti pendidikan dan latihan profesi guru (PLPG) tahun 2012 sebanyak 248.733 orang.
Nama-nama peserta yang lulus UKA dapat dilihat berikut ini, daftar kelulusan UKA.
Jakarta, 18 Maret 2012

Pembelajaran Kooperatif Metode Group Investigation

Posted by Aan S Arkadiea 0 komentar

Group Investigationn merupakan salah satu bentuk model pembelajaran kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia, misalnya dari buku pelajaran atau siswa dapat mencari melalui internet. Siswa dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Tipe ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok. Model Group Investigation dapat melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri. Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.

Dalam metode Group Investigation terdapat tiga konsep utama, yaitu: penelitian atau enquiri, pengetahuan atau knowledge, dan dinamika kelompok atau the dynamic of the learning group, (Udin S. Winaputra, 2001:75). Penelitian di sini adalah proses dinamika siswa memberikan respon terhadap masalah dan memecahkan masalah tersebut. Pengetahuan adalah pengalaman belajar yang diperoleh siswa baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan dinamika kelompok menunjukkan suasana yang menggambarkan sekelompok saling berinteraksi yang melibatkan berbagai ide dan pendapat serta saling bertukar pengalaman melaui proses saling beragumentasi.
Slavin (1995) dalam Siti Maesaroh (2005:28), mengemukakan hal penting untuk melakukan metode Group Investigation adalah:
1. Membutuhkan Kemampuan Kelompok.
Di dalam mengerjakan setiap tugas, setiap anggota kelompok harus mendapat kesempatan memberikan kontribusi. Dalam penyelidikan, siswa dapat mencari informasi dari berbagai informasi dari dalam maupun di luar kelas.kemudian siswa mengumpulkan informasi yang diberikan dari setiap anggota untuk mengerjakan lembar kerja.
2. Rencana Kooperatif.
Siswa bersama-sama menyelidiki masalah mereka, sumber mana yang mereka butuhkan, siapa yang melakukan apa, dan bagaimana mereka akan mempresentasikan proyek mereka di dalam kelas.
3. Peran Guru.
Guru menyediakan sumber dan fasilitator. Guru memutar diantara kelompok-kelompok memperhatikan siswa mengatur pekerjaan dan membantu siswa mengatur pekerjaannya dan membantu jika siswa menemukan kesulitan dalam interaksi kelompok.
Para guru yang menggunakan metode GI umumnya membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5 sampai 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen, (Trianto, 2007:59). Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu. Selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki, melakukan penyelidikan yang mendalam atas topik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan mempresentasikan laporannya di depan kelas.
Langkah-langkah penerapan metode Group Investigation, (Kiranawati (2007), dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Seleksi topik
Para siswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah masalah umum yang biasanya digambarkan lebih dulu oleh guru. Para siswa selanjutnya diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented groups) yang beranggotakan 2 hingga 6 orang. Komposisi kelompok heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik maupun kemampuan akademik.
2. Merencanakan kerjasama
Para siswa bersama guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih dari langkah a) diatas.
3. Implementasi
Para siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah b). pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan keterampilan dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan.
4. Analisis dan sintesis
Para siswa menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang diperoleh pada langkah c) dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas.
5. Penyajian hasil akhir
Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari agar semua siswa dalam kelas saling terlibat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Presentasi kelompok dikoordinir oleh guru.
6. Evaluasi
Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok, atau keduanya.
Tahapan-tahapan kemajuan siswa di dalam pembelajaran yang menggunakan metode Group Investigation untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table berikut, (Slavin, 1995) dalam Siti Maesaroh (2005:29-30):
Enam Tahapan Kemajuan Siswa di dalam Pembelajaran Kooperatif dengan Metode Group Investigation
Tahap I Mengidentifikasi topik dan membagi siswa ke dalam kelompok. Guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk memberi kontribusi apa yang akan mereka selidiki. Kelompok dibentuk berdasarkan heterogenitas.
Tahap II Merencanakan tugas. Kelompok akan membagi sub topik kepada seluruh anggota. Kemudian membuat perencanaan dari masalah yang akan diteliti, bagaimana proses dan sumber apa yang akan dipakai.
Tahap III Membuat penyelidikan. Siswa mengumpulkan, menganalisis dan mengevaluasi informasi, membuat kesimpulan dan mengaplikasikan bagian mereka ke dalam pengetahuan baru dalam mencapai solusi masalah kelompok.
Tahap IV Mempersiapkan tugas akhir. Setiap kelompok mempersiapkan tugas akhir yang akan dipresentasikan di depan kelas.
Tahap V Mempresentasikan tugas akhir. Siswa mempresentasikan hasil kerjanya. Kelompok lain tetap mengikuti.
Tahap VI Evaluasi. Soal ulangan mencakup seluruh topik yang telah diselidiki dan dipresentasikan.
Terkait dengan efektivitas penggunaan metode Metode Group Investigation ini, dari hasil penelitian yang dilakukan  terhadap siswa kelas X SMA Kosgoro Kabupaten Kuningan Tahun 2009 menunjukkan bahwa:
Pertama, dalam pembelajaran kooperatif dengan metode Group Investigation berpusat pada siswa, guru hanya bertindak sebagai fasilitator atau konsultan sehingga siswa berperan aktif dalam pembelajaran.
Kedua, pembelajaran yang dilakukan membuat suasana saling bekerjasama dan berinteraksi antar siswa dalam kelompok tanpa memandang latar belakang, setiap siswa dalam kelompok memadukan berbagai ide dan pendapat, saling berdiskusi dan beragumentasi dalam memahami suatu pokok bahasan serta memecahkan suatu permasalahan yang dihadapi kelompok.
Ketiga, pembelajaran kooperatif dengan metode Group Investigation siswa dilatih untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi, semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari, semua siswa dalam kelas saling terlihat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut.
Keempat, adanya motivasi yang mendorong siswa agar aktif dalam proses belajar mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.
Melalui pembelajaran kooperatif dengan metode Group Investigation suasana belajar terasa lebih efektif, kerjasama kelompok dalam pembelajaran ini dapat membangkitkan semangat siswa untuk memiliki keberanian dalam mengemukakan pendapat dan berbagi informasi dengan teman lainnya dalam membahas materi pembelajaran.
Dari hasil penelitian ini pula dapat disimpulkan bahwa keberhasilan dari penerapan pembelajaran kooperatif dengan metode Group Investigation dipengaruhi oleh faktor-faktor yang kompleks, diantaranya: (1) pembelajaran berpusat pada siswa, (2) pembelajaran yang dilakukan membuat suasana saling bekerjasama dan berinteraksi antar siswa dalam kelompok tanpa memandang latar belakang, (3) siswa dilatih untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi, (4) adanya motivasi yang mendorong siswa agar aktif dalam proses belajar mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran

MULTIMEDIA INTERAKTIF DALAM PEMBELAJARAN FISIKA

Posted by Aan S Arkadiea 0 komentar
         Kemajuan teknologi yang berkembang dengan cepat memberikan pengaruh di bidang pendidikan. Dunia pendidikan dituntut untuk beradaptasi dengan kemajuan teknologi dan informasi. Pemanfaatan kemajuan teknologi mampu meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses belajar mengajar (Aryono, 2006). Kemajuan teknologi dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran yang menarik untuk meningkatkan kualitas pembelajaran (Siti, 2007). Multimedia interaktif (MMI) merupakan model pembelajaran yang menarik berbasis teknologi. Model pembelajaran multimedia interaktif (MMI) diartikan sebagai suatu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (message), merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong proses belajar (Muhammad ; Setiawan dalam Samsudin, 2008).
         Lee, Nicoll, dan Brooks (2005) dalam penelitiannya tentang ”Perbandingan Pembelajaran Berbasis Web secara Inkuiri dan Contoh Kerja dengan Menggunakan Physlets”, menemukan bahwa siswa merasa tertolong dengan penggunaan model pembelajaran (multimedia interaktif) MMI jenis Physlets, dalam hal memvisualisasikan konsep-konsep yang bersifat abstrak menjadi lebih konkret. Model pembelajaran MMI jelas sesuai dengan tujuan pembelajaran fisika di kelas yaitu menanamkan konsep fisika baik yang bersifat abstrak maupun konkret. Hendrawan dan Yudhoatmojo (2001) dalam penelitiannya tentang ”Efektivitas dari Lingkungan Pembelajaran Maya Berbasis Web (Jaringan)”, juga mengatakan bahwa lingkungan pembelajaran yang bermedia teknologi (model pembelajaran MMI) dapat meningkatkan nilai para siswa (konsep), sikap mereka terhadap belajar, dan evaluasi dari pengalaman belajar mereka. Eni Nuraeni (2006) dari penelitian yang dilakukannya menyimpulkan multimedia yang digunakan untuk media pembelajaran dapat meningkatkan penguasaan konsep mahasiswa dengan taraf  kepercayaan 95%. Kesimpulan yang sama diperoleh Kartini (2006) bahwa model pembelajaran interaktif berbasis komputer dapat meningkatkan penguasaan konsep, keterampilan berpikir kreatif dan keterampilan proses sains siswa SMP.
         Fisika merupakan salah satu cabang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang mempelajari struktur materi dan interaksinya untuk memahami sistem alam dan sistem buatan atau teknologi (Sutrisno, Kresnadi dan Kartono, 2007 : 1.27). Pikatan (1999) mengatakan seharusnya fisika tidak sulit dipelajari karena semua perilakunya dengan mudah dapat dipertemukan dengan peristiwa nyatanya. Keadaan di sekolah menunjukan siswa kesulitan mempelajari fisika, karena di dalam fisika menjelaskan fenomena-fenomena yang mikroskopik dan konsep-konsep yang abstrak. Hal ini menyebabkan hasil belajar siswa rendah. Hasil studi International Educational Achievment (IEA) menunjukan kemampuan IPA peserta didik di SMP Indonesia menempati urutan ke-40 dari 42 negara yang diteliti (Rukmana dalam Zulhemi, 2006). Minat belajar fisika yang rendah merupakan salah satu faktor yang menyebabkan hasil belajar siswa rendah.
         Siswa kurang tertarik belajar fisika disebabkan guru tidak memanfaatkan media yang menarik bagi siswa pada saat proses pembelajaran (Siti, 2007). Pembelajaran merupakan usaha dari pendidik agar peserta didik dapat mengenal dan memahami apa yang sedang dipelajari dengan cara mengajak peserta didik untuk berfikir (Darsono, 2000:24).

II. MEDIA PEMBELAJARAN
       Media berarti ‘tengah’, ‘perantara’, atau pengantar sedangkan dalam bahasa Arab media adalah perantara (             ) atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Dalam pengertian ini guru, buku teks, dan lingkungan merupakan media. Dalam proses belajar mengajar media sering diartikan sebagai alat-alat, grafis, photo grafis atau elektronik.  AECT (Assciation of Education and Comunication Technology, 1977) dalam  (Azhar Arsyad, 2006) memberi batasan tentang media sebagai bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi. Sedangkan yang dimaksud media pembelajaran adalah saluran yang menyampaikan pesan dari sumber pesan (guru) ke penerima pesan (siswa) sehingga dapat meningkatkan efektifitas pembelajaran. (Ida Murni, 2006). Tiga alasan guru menggunakan media visualisasi dalam berkomunikasi adalah : 1). Menarik perhatian siswa, unsur ini sangat penting dalam pembelajaran karena dengan adanya perhatian timbul motivasi untuk belajar. 2). Effisiensi, gambar visual dapat mengkomunikasikan pesan dengan cepat dan nyata, serta dapat mempercepat pemahaman pesan secara lebih komprehensi. 3). Effektif, penyajian melalui media/visual dapat membuat siswa lebih terkonsentri.
Jenis-jenis media yang digunakan hendaknya sesuai dengan materi yang akan diberikan. Media yang dirancang dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu : 1). Media sederhana, 2). Media tiga dimensi, 3). Media Elktronik, meliputi : OHP, Video/Televisi, Film, Audio, Multi Media (Komputer, Power point), dan Internet.
           Untuk memilih media pembelajaran yang tepat guru harus memahami bagaimana sasaran siswa dan sifat materi ajar.  Karena tidak ada satu media yang cocok untuk semua bidang materi ajar maka guru harus selalu belajar mengikuti kemajuan ilmu dan teknologi yang dapat membantu guru dalam mempersiapkan pembelajaran serta dapat menggunakan secara tepat, sehingga siswa tertantang belajar dengan berfikir kreatif. Dilihat dari segi perkembangan teknologi menurut Seels dan Glasgow dalam (Azhar Arsyad, 2006) media dikelompokkan menjadi, media tradisional dan media teknologi mutakhir. Media teknologi mutakhir meliputi : media berbasis telekomunikasi dan media berbasis mikroprosesor (Computer-assisted intrugtion, Permainan computer, Sistem tutor intelijen, Interaktif, Hypermedia, Compact).
           Pemanfaatan komputer untuk media pendidikan  sering dinamakan pembelajaran dengan bantuan computer (CAI), atau Computer Assisted Learning (CAL). Yang dimaksud pembelajaran multi media elektronik berbasis teknologi adalah dengan menggunakan program Power Point. Media pembelajaran presentasi power point ini bukan satu-satunya tetapi divariasikan dengan media lain yang relevan dan menarik.
Program Microsoft Power Point merupakan program aplikasi untuk presentasi pembelajaran, sehingga membuat tampilan di layar proyektor silih berganti. Setiap tampilan disebut slide yang dapat dimasukkan gambar maupun suara. Langkah-langkah persiapan media ini dimulai dengan menjalankan program power point, membuat slide presentasi, memasukkan animasi yang sesuai dengan informasi yang ditampilkan, dapat ditambah dengan sound from clip organizer sehingga tampilan slide sangat menarik bagi siswa.
           Oleh karena itu, Elangoan, 1999, Soekartawi, 2002; Mulvihil, 1997; Utarini, 1997, dalam soekartawi (2003), menyatakan bahwa internet pada dasarnya memberikan manfaat antara lain: 1) Tersedianya fasilitas e-moderating di mana guru dan siswa dapat berkomunikasi secara mudah melalui fasilitas internet secara regular atau kapan saja kegiatan berkomunikasi itu dilakukan dengan tanpa dibatasi oleh jarak, tempat dan waktu. 2) Guru dan siswa dapat menggunakan bahan ajar atau petunjuk belajar yang terstruktur dan terjadual melalui internet, sehingga keduanya bisa saling menilai sampai berapa jauh bahan ajar dipelajari; 3) Siswa dapat belajar atau me-review bahan ajar setiap saat dan di mana saja kalau diperlukan mengingat bahan ajar tersimpan di komputer. 4) Bila siswa memerlukan tambahan informasi yang berkaitan dengan bahan yang dipelajarinya, ia dapat melakukan akses di internet secara lebih mudah. 5) Baik guru maupun siswa dapat melakukan diskusi melalui internet yang dapat diikuti dengan jumlah peserta yang banyak, sehingga menambah ilmu pengetahuan dan wawasan yang lebih luas. 6) Berubahnya peran siswa dari yang biasanya pasif menjadi aktif; 7) Relatif lebih efisien. Misalnya bagi mereka yang tinggal jauh dari perguruan tinggi atau sekolah konvensional, bagi mereka yang sibuk bekerja, bagi mereka yang bertugas di kapal, di luar negeri, dsb-nya.
Penggunaan Komputer sebagai media pembelajaran memiliki format penyajian yang terdiri atas;  1) tutorial terprogram, yakni seperangkat tayangan baik statis maupun dinamis yang telah lebih dahulu diprogramkan, 2) tutorial intelijen, dalam tutorial ini ada dialog antara siswa dan komputer , 3) drill and practice, disini komputer digunakan sebagai alat untuk melatih siswa mengerjakan soal-soal latihan dari bank soal yang tersedia di situs internet yang dapat diakses menggunakan komputer dimana saja tidak mesti di ruang kelas, dan 4) simulasi, memberikan kesempatan untuk belajar secara dinamis, interaktif dan perorangan (Arsyad Azhar, 2006).
        Komputer juga merupakan alat yang dapat digunakan sebagai metode pembelajaran yang dikenal dengan metode computer asssisted learning (CAL). Metode ini digunakan untuk kegiatan belajar yang berstruktur, dimana komputer diprogramkan dengan permasalahan-permasalahan yang terstruktur sesuai dengan konsep-konsep yang telah ditetapkan dalam kurikulum tiap-tiap mata pelajaran.
Siswa diminta untuk memecahkan masalah tersebut atau mencari jawaban dengan mempergunakan komputer dan seketika itu juga jawaban siswa akan diproses secara elektronik dan dalam beberapa detik siswa sudah dapat mengetahui jawaban atau umpan balik jawaban tersebut. Dalam hal ini metode CAL  dapat membuat siswa maju dalam penguasaan materi yang dipelajarinya sesuai dengan kecepatan dan kemampuan  masing-masing dalam memahami pelajaran yang dipelajarinya (Yamin Martinis, 2007).
        Berdasarkan kegunaan komputer seperti yang telah diuraikan di atas, maka sudah sepantasnya komputer dapat dimanfaatkan oleh guru untuk membantu pemercepatan proses pembelajaran fisika baik di kelas dalam bentuk program pembelajaran terstruktur maupun di luar kelas dalam bentuk program pembelajaran mandiri. Apabila hal ini yang ditempuh oleh guru, maka sebaiknya guru memanfaatkan Internet sebagai sumber belajar bagi siswa secara mandiri.
Saat ini keberadaan internet belum umum dan belum banyak dipilih oleh para guru untuk digunakan secara rutin dan maksimal bagi keperluan pembelajaran. Padahal ada banyak situs di Internet yang dapat digunakan bagi keperluan pembelajaran fisika baik sebagai media pembelajaran, sumber belajar maupun sebagai tutorial mandiri

Program Bermutu

Posted by Aan S Arkadiea 0 komentar

Berbagai penelitian tentang guru dan hasil belajar siswa memberikan sejumlah implikasi pentingnya berbagai strategi peningkatan mutu guru dalam rangka memperbaiki proses pembelajaran. Beberapa temuan penting dari berbagai riset antara lain (1) keterampilan dan pengetahuan guru cenderung berpengaruh besar terhadap prestasi siswa dibanding dengan variabel lain seperti pengalaman guru, ukuran kelas, dan rasio guru-siswa (2) para siswa dapat mencapai prestasi yang lebih tinggi jika diajar oleh guru yang telah bersertifikat standar (3) persiapan dan sertifikasi guru memiliki korelasi yang paling kuat dengan prestasi siswa.
Tingkat pendidikan, prestasi dan sertifikasi tidak dapat menjamin para guru mampu menyampaikan pengetahuan yang diperoleh sepanjang hidupnya dalam bentuk materi pelajaran yang memadai selama proses belajar mengajar. Penguasaan materi dan keterampilan dan keterampilan mengajarkan materi akan menentukan keberhasilan peningkatan mutu pembelajaran siswa.
Pengembangan profesional berkelanjutan (continuous professional development) diyakini akan menjadi salah satu faktor penentu utama dari performance (kinerja) guru. Pengalaman negara-negara lain mendukung kenyataan bahwa partisipasi dalam workshop. Kursus dan pelatihan, juga mengarah pada peningkatan mutu guru secara signifikan.
Kerangka pikir sebagaimana diuraikan di atas melandasi dibangunnya kerjasama antara Pemerintah Indonesia beserta Pemerintah Belanda dan Bank Dunia Penyelenggaraan Program Bermutu (Better Education through Reformed Management and Universal Teacher Upgrading). Program ini difokuskan untuk upaya peningkatan mutu pendidikan melalui peningkatan kompetensi dan kinerja guru. Sumber pendanaan program berasal dari Pemerintah Belanda (melalui Dutch Trust Fund) dan Bank Dunia (pinjaman lunak melalui IDA Credit dan IBRD Loan), serta pendampingan yang berasal dari Pemerintah Pusat (Ditbindiklat Ditjen PMPTK, Dit. Ketenagaan Ditjen Dikti, dan Balitbang Kemdiknas) serta Pemerintah Daerah.
Selanjutnya tentang program bermutu dapat anda lihat di situs aslinya di sini

Kumpulan Permendiknas

Posted by Aan S Arkadiea 0 komentar
Berikut kumpulan Permendiknas yang dapat didomlod tanpa melalui ziddu. Semoga dapat bermanfaat ya…..
Peraturan Menteri Nomor 7 Tahun 2006
Honorarium Guru Bantu
Peraturan Menteri Nomor 22 Tahun 2006
Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah
Peraturan Menteri Nomor 23 Tahun 2006
Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah
Peraturan Menteri Nomor 24 Tahun 2006
Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah Dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah
Peraturan Menteri Nomor 12 Tahun 2007
Standar Pengawas Sekolah/Madrasah
Peraturan Menteri Nomor 13 Tahun 2007
Standar Kepala Sekolah/Madrasah
Peraturan Menteri Nomor 14 Tahun 2007
Standar Isi Untuk Program Paket A, Program Paket B, Dan Program Paket C
Peraturan Menteri Nomor 16 Tahun 2007
Standar Kualifikasi Akademik Dan Kompetensi Guru
Peraturan Menteri Nomor 18 Tahun 2007
Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan
Peraturan Menteri Nomor 20 Tahun 2007
Standar Penilaian Pendidikan
Peraturan Menteri Nomor 24 Tahun 2007
Standar Sarana dan Prasarana Untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA)
Peraturan Menteri Nomor 8 Tahun 2009
Program Pendidikan Profesi Guru Pra Jabatan
Peraturan Menteri Nomor 9 Tahun 2009
Penetapan Buku Teks Pelajaran Yang Memenuhi Syarat Kelayakan Untuk Digunakan Dalam Proses Pembelajaran
Peraturan Menteri Nomor 10 Tahun 2009
Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan
Peraturan Menteri Nomor 11 Tahun 2009
Kriteria Dan Perangkat Akreditasi Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI)
Peraturan Menteri Nomor 12 Tahun 2009
Kriteria Dan Perangkat Akreditasi Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs)
Peraturan Menteri Nomor 13 Tahun 2009
Kriteria Dan Perangkat Akreditasi Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan (SMK/MAK)
Peraturan Menteri Nomor 16 Tahun 2009
Satuan Pengawasan Intern Di Lingkungan Departemen
Peraturan Menteri Nomor 20 Tahun 2009
Beasiswa Unggulan
Peraturan Menteri Nomor 28 Tahun 2009
Standar Kompetensi Kejuruan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)/Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK)
Sumber: Kemendiknas 2010

Pembelajaran Kontekstual

Posted by Aan S Arkadiea 0 komentar

Oleh : Depdiknas
A. Latar belakang
Ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan memgetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi menggingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang
Pendekatan kontektual (Contextual Teaching and Learning /CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlansung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil

Dalam kelas kontektual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru.Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual
B. Pemikiran tentang belajar
Pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada kecenderungan pemikiran tentang belajar sebagai berikut.
1. Proses belajar
  • Belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkontruksi pengetahuan di benak mereka.
  • Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru.
  • Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki sesorang itu terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan.
  • Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
  • Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru.
  • Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide.
  • Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak itu berjalan terus seiring dengan perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan sesorang.
2. Transfer Belajar
  • Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang lain.
  • Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sedikit demi sedikit)
  • Penting bagi siswa tahu untuk apa dia belajar dan bagaimana ia menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu
3. Siswa sebagai Pembelajar
  • Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang tertentu, dan seorang anak mempunyai kecenderungan untuk belajar dengan cepat hal-hal baru.
  • Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru. Akan tetapi, untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat penting.
  • Peran orang dewasa (guru) membantu menghubungkan antara yang baru dan yang sudah diketahui.
  • Tugas guru memfasilitasi agar informasi baru bermakna, memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri.
4. Pentingnya Lingkungan Belajar
  • Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Dari guru akting di depan kelas, siswa menonton ke siswa akting bekerja dan berkarya, guru mengarahkan.
  • Pengajaran harus berpusat pada bagaimana cara siswa menggunakan pengetahuan baru mereka.Strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan hasilnya.
  • Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian yang benar.
  • Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting.
C. Hakekat Pembelajaran Kontekstual
Pembelajarn kontekstual (Contextual Teaching and learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan ( Inquiri), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment)
D. Pengertian Pembelajaran Kontekstual
  1. Merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/ keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan /konteks ke permasalahan/ konteks lainnya.
  2. Merupakan konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong pebelajar membuat hubungan antara materi yang diajarkannya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat
E. Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan Pendekatan Tradisional
Kontekstual
  1. Menyandarkan pada pemahaman makna.
  2. Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa.
  3. Siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.
  4. Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata/masalah yang disimulasikan.
  5. Selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa.
  6. Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang.
  7. Siswa menggunakan waktu belajarnya untuk menemukan, menggali, berdiskusi, berpikir kritis, atau mengerjakan proyek dan pemecahan masalah (melalui kerja kelompok).
  8. Perilaku dibangun atas kesadaran diri.
  9. Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman.
  10. Hadiah dari perilaku baik adalah kepuasan diri. yang bersifat subyektif.
  11. Siswa tidak melakukan hal yang buruk karena sadar hal tersebut merugikan.
  12. Perilaku baik berdasarkan motivasi intrinsik.
  13. Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks dan setting.
  14. Hasil belajar diukur melalui penerapan penilaian autentik.
Tradisional
  1. Menyandarkan pada hapalan
  2. Pemilihan informasi lebih banyak ditentukan oleh guru.
  3. Siswa secara pasif menerima informasi, khususnya dari guru.
  4. Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis, tidak bersandar pada realitas kehidupan.
  5. Memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai saatnya diperlukan.
  6. Cenderung terfokus pada satu bidang (disiplin) tertentu.
  7. Waktu belajar siswa sebagian besar dipergunakan untuk mengerjakan buku tugas, mendengar ceramah, dan mengisi latihan (kerja individual).
  8. Perilaku dibangun atas kebiasaan.
  9. Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan.
  10. Hadiah dari perilaku baik adalah pujian atau nilai rapor.
  11. Siswa tidak melakukan sesuatu yang buruk karena takut akan hukuman.
  12. Perilaku baik berdasarkan motivasi entrinsik.
  13. Pembelajaran terjadi hanya terjadi di dalam ruangan kelas.
  14. Hasil belajar diukur melalui kegiatan akademik dalam bentuk tes/ujian/ulangan.
F. Penerapan Pendekatan Kontekstual Di Kelas
Pembelajaran Kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkahnya sebagai berikut ini.
Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya
  1. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik
  2. kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
  3. Ciptakan masyarakat belajar.
  4. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
  5. Lakukan refleksi di akhir pertemuan
  6. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara
G. Tujuh Komponen Pembelajaran Kontekstual
1. Konstruktivisme
  • Membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan awal.
  • Pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan
2. Inquiry
  • Proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman.
  • Siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis
3. Questioning (Bertanya)
  • Kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa.
  • Bagi siswa yang merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis inquiry
4. Learning Community (Masyarakat Belajar)
  • Sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar.
  • Bekerjasama dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri.
  • Tukar pengalaman.
  • Berbagi ide
5. Modeling (Pemodelan)
  • Proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja dan belajar.
  • Mengerjakan apa yang guru inginkan agar siswa mengerjakannya
6. Reflection ( Refleksi)
  • Cara berpikir tentang apa yang telah kita pelajari.
  • Mencatat apa yang telah dipelajari.
  • Membuat jurnal, karya seni, diskusi kelompok
7. Authentic Assessment (Penilaian Yang Sebenarnya)
  • Mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa.
  • Penilaian produk (kinerja).
  • Tugas-tugas yang relevan dan kontekstual
H. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
  • Kerjasama
  • Saling menunjang
  • Menyenangkan, tidak membosankan
  • Belajar dengan bergairah
  • Pembelajaran terintegrasi
  • Menggunakan berbagai sumber
  • Siswa aktif
  • Sharing dengan teman
  • Siswa kritis guru kreatif
  • Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain
  • Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil pratikum, karangan siswa dan lain-lain
I. Menyusun Rencana Pembelajaran Berbasis Kontekstual
Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan rencana kegiatan kelas yang dirancang guru, yang berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswanya sehubungan dengan topik yang akan dipelajarinya. Dalam program tercermin tujuan pembelajaran, media untuk mencapai tujuan tersebut, materi pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, dan authentic assessmennya.
Dalam konteks itu, program yang dirancang guru benar-benar rencana pribadi tentang apa yang akan dikerjakannya bersama siswanya.
Secara umum tidak ada perbedaan mendasar format antara program pembelajaran konvensional dengan program pembelajaran kontekstual. Sekali lagi, yang membedakannya hanya pada penekanannya. Program pembelajaran konvensional lebih menekankan pada deskripsi tujuan yang akan dicapai (jelas dan operasional), sedangkan program untuk pembelajaran kontekstual lebih menekankan pada skenario pembelajarannya.
Atas dasar itu, saran pokok dalam penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berbasis kontekstual adalah sebagai berikut.
  1. Nyatakan kegiatan pertama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan kegiatan siswa yang merupakan gabungan antara Standar Kompetensi, Kompetensi dasar, Materi Pokok dan Pencapaian Hasil Belajar.
  2. Nyatakan tujuan umum pembelajarannya.
  3. Rincilah media untuk mendukung kegiatan itu
  4. Buatlah skenario tahap demi tahap kegiatan siswa
  5. Nyatakan authentic assessmentnya, yaitu dengan data apa siswa dapat diamati partisipasinya dalam pembelajaran.

Model Cooperative Learning

Posted by Aan S Arkadiea 0 komentar
 Pengertian Cooperative Learning
Metode cooperative learning merupakan metode pembelajaran yang membantu anak didik dalam mengembangkan pemahaman dan sikapnya sesuai dengan kehidupan nyata di masyarakat. Sehingga dengan bekerja secara bersama-sama di antara sesama anggota kelompok akan meningkatkan motivasi, produktivitas dan perolehan belajar.
Menurut Sanjaya (2006:12), Cooperative Learning adalah:
“ Model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (Heterogen).”
“Pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen” (http:massopa. Wordpress. Pembelajaran kooperatif).

Sedangkan menurut Sthal (Solihatin dan Raharjo, 2007:5), “Model pembelajaran cooperative learning  menempatkan siswa sebagai bagian dari suatu sistem kerja sama dalam mencapai suatu hasil yang optimal dalam belajar”.

Merujuk pada pernyataan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa pada hakekatnya model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran di mana siswa dapat belajar, bekerja sama dan berinteraksi dengan sesama siswa, sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran yang optimal.

Unsur-unsur Pembelajaran Cooperative Learning
Menurut Sanjaya (2006:214) terdapat empat unsur pembelajaran kooperatif harus diterapkan yaitu sebagai berikut:
  1. Saling ketergantungan positif
  2. Tanggung jawab perseorangan
  3. Interaksi tatap muka
  4. Partisipasi dan komunikasi

Adapun penjelasan empat unsur pembelajaran di atas adalah:
1.      Saling ketergantungan positif
Tiap siswa tergantung pada anggota lainnya karena tiap siswa mendapat materi yang berbeda atau tugas yang berbeda, oleh karena itu siswa satu dengan lainnya saling membutuhkan karena jika ada siswa yang tidak dapat mengerjakan tugas tersebut maka tugas kelompoknya tidak dapat diselesaikan
2.      Tanggung jawab perseorangan
Karena tiap siswa mendapat tugas yang berbeda secara otomatis siswa tersebut harus mempunyai tanggung jawab untuk mengerjakan tugas tersebut karena tugas setiap anggota kelompok mempunyai tugas yang berbeda sesuai dengan  kemampuannya yang dimiliki setiap individu. Oleh karena itu jika ada siswa yang tidak mampu mengerjakan tugas tersebut, maka tugas kelompok tersebut tidak terselesaikan.
3.      Interaksi tatap muka
Adanya tatap muka, maka siswa yang memiliki kemampuan harus dibantu oleh siswa yang lebih mampu mengerjakan tugas individu dalam kelompok tersebut, agar tugas kelompoknya dapat terselesaikan.
4.      Partisipasi dan komunikasi
Unsur yang terakhir ini adalah aplikasi dari tiga unsur di atas, yaitu partisipasi dan komunikasi. Dual hal tersebut adalah hal terpenting karena jika dalam kelompok dapat terlaksana dengan baik maka  siswa tersebut dapat bersosialisasi di masyarakat.
Menurut Sanjaya (2006:210) Prosedur cooperative learning pada prinsipnya terdiri atas empat tahap, yaitu:
1.      Penjelasan materi
Tahap penjelasan diartikan sebagai proses penyampaian pokok-pokok materi pelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok

2.      Belajar dalam kelompok
Pengelompokkan dalam cooperative learning bersifat heterogen, artinya kelompok dibentuk berdasarkan perbedaan-perbedaan setiap anggotanya.
3.      Penilaian
Penilaian dalam cooperative learning bisa dilakukan dengan tes atau kuis.
4.      Pengakuan tim
Adalah penetapan tim yang dianggap penting menonjol atau tim paling berprestasi untuk kemudian diberikan penghargaan atau hadiah.

Pengelolaan Kelas Cooperative Learning
Para siswa harus mempunyai minat untuk bekerja sama. Model  pembelajaran cooperative learning  ini bertujuan untuk membina pembelajar dalam mengembangkan niat dan kiat bekerjasama dan berinteraksi dengan pembelajar yang lainnya. Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kelas model cooperative learning, yaitu pengelompokkan semangat cooperative learning, dan penataan ruang kelas.

a.       Pengelompokkan
Pengelompokkan  adalah praktik memasukkan beberapa siswa dengan kemampuan yang setara dalam kelompok yang sama.
Namun, pengelompokkan dengan orang lain yang sepadan dan serupa ini bisa menghilangkan kesempatan anggota kelompok untuk memperluas wawasan dan memperkaya diri, karena dalam kelompok homogen tidak terdapat banyak perbedaan yang bisa mengasah proses berfikir, bernegosiasi, berargumentasi dan berkembang.
Pengelompokkan heterogenitas (keanekaragaman) merupakan ciri yang menonjol dalam pembelajaran cooperative learning.
b.      Semangat Gotong Royong
Agar kelompok bisa bekerja secara efektif dalam proses pembelajaran gotong-royong, masing-masing anggota kelompok perlu mempunyai semangat gotong royong. Semangat ini dirasakan dengan membina niat siswa dalam bekerjasama dengan siswa lainnya. 
c.       Penataan ruang Kelas
Penataan ruang kelas sangat dipengaruhi oleh falsafah dan metode pembelajaran yang dipakai di kelas. Dalam model pembelajaran kooperatif siswa akan dikelompokkan menjadi beberapa kelompok, agar kelompok yang satu dengan yang lainnya dapat berinteraksi dengan baik maka penataan bangku perlu diperhatikan dengan benar.

Model Evaluasi Belajar Cooperative Learning
Dalam model pembelajaran cooperative learning terdapat tiga model evaluasi, ketiga model  evaluasi tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Model Evaluasi Kompetisi
Pada sistem peringkat jelas menanamkan jiwa kompetitif, karena sejak masa awal pendidikan formal, siswa dipacu agar bisa menjadi lebih baik dari teman-teman sekelas, sehingga siswa yang jauh melebihi kebanyakan siswa yang dianggap berprestasi, yang kemampuannya berada di bawah rata-rata kelas dianggap gagal atau tidak berprestasi.
b.      Model Evaluasi Individual
Dalam sistem ini, sistem siswa belajar dengan pendekatan dan kecepatan yang sesuai dengan kemampuan mereka sendiri. Anak didik tak bersaing dengan siapa-siapa, kecuali bersaing dengan diri mereka sendiri. Teman-teman satu kelas dianggap tidak ada karena jarang interaksi antar siswa di kelas.
Berbeda dengan sistem penilaian peringkat, dalam penyajian individual guru menetapkan standar untuk setiap murid.
c.       Model Evaluasi Cooperative Learning
Sistem ini menganut pemahaman  homohomini soclus. Falsafah ini menekankan saling ketergantungan antar makhluk hidup. Kerjasama  merupakan kebutuhan yang sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup. Tanpa kerjasama, tak ada individu, keluarga, organisasi, atau masyarakat. Tanpa kerjasama, keseimbangan lingkungan hidup akan terancam punah. Prosedur sistem penilaian  Cooperative Learning   diantaranya adalah tanggung jawab pribadi dan kelompok. Jadi siswa mendapat nilai pribadi dan nilai kelompok.